Sabtu, 30 Maret 2013

Harga Bawang dan Para Importir

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjamin, dalam waktu tidak lama lagi harga bawang akan turun. Bawang di pelabuhan akan segera di alirkan ke pasar. Presiden didampingi Wakil Presiden Boediono dan sejumlah menteri. Yudhoyono mengaku telah memerintahkan agar bawang di pelabuhan segera dialirkan ke pasar. Dengan demikian, suplai dan permintaan akan kembali bagus dan seimbang. Ia mengungkapkan dirinya marah karena penyelesaian problem kenaikan harga bawang di lakukan dengan lambat. Setelah memberikan teguran dalam pembukaan sidang kabinet kamis lalu, menurut Presiden, upaya keras dilakukan kementrian terkait untuk mengatasi problem kenaikan harga bawang. Kepala Badan Kementrian Pertanian Banun Harpini mengatakan, dari indetifikasi yang dilakukan Karantina terungkap, sebagian isi dari ratusan peti kemasyangmenumpuk di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya adalah komoditas bawang putih. 

Sementara itu Kementrian Perdagangan mengindikasikan adanya pelanggaran aturan impor pada beberapa peti kemas dari 599 peti kemas bawang putih yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. sebanyak 332 peti kemas dari 599 peti kemas yang di tahan sejak Januari 2013 itu sudah lengkap dokumennya dan mulai dipasok ke pasar secara bertahap. Dari sisa 267 peti kemas yang ada, Kementrian Perdagangan mengindikasikan di antaranya melanggar aturan impor dan tidak dapat di bongkar. Di Pasar Wonokromo, Surabaya, misalnya, harga bawang putih turun dari Rp 60.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 35.000.Harga Bawang Putih kating dari Rp 70.000 menjadi Rp 50.000 pe kilogram (kg). Importir mengakui, tertahannya peti kemas berisi bawang putih ini karena terkendala lamanya pengurusan dokumen rekomendasi impor produk holtikultura (RIPH). Indra menyangkal ada kesengajaan dari importir untuk menahan peti kemas bawang putih untuk mendongkrak harga. Di Pasar Kebayoran  harga bawang putih turun Rp 5.000 per kilogram dari sebelomnya. Kini harga bawang putih Rp 55.000 menjadi Rp 50.000.

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) mensinyalir, 11 Importir bawang putih melakukan praktik kartetl. Mereka sengaja mengendalikan stok untuk mengontrol harga di pasaran. Hari Jumat nanti KPPU akan memulai penyelidikan atas dugaan tersebut. Wakil Ketua KPPU Saidah Sakwa, di Jakarta menegaskan, ada indikasi sebanyak 394 peti kemas bawang putih di Pelabuhan Tanjung Perak yang tidak diurus surat persetujuan impor (SPI) dan RIPH. Dia mengatakan 11 importir itu diduga dikoordinasi oleh satu pihak. Dalam penyelidikan akan di panggil 11 Importir dan sejumlah pihak di anggap mengetahui aktivitas mereka. Jika dalam 60 hari tidak ada penyelesaian atas peti kemas itu maka barang tersebut akan menjadi milik negara

Begitu ada perubahan kebijakan impor produk hortikultura, para importir langsung beradaptasi. Mereka secara naluriah  mencari cara agar bisnisnya bertahan. Itu pula yang dilakukan para importir bawang merah dan bawang putih. Persaingan sesama importir semakin ketat ketika banyak pengusaha baru atau pengusaha lama yang di fasilitasi juga bermain. Merekamencari peluang. Dari data Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian, jumlah perusahaan yang mengajukan rekomendasi impor melonjak. Untuk komoditas bawang putih, bila selama ini 20-an importir, melonjak menjadi 114. Situasi ini tidak diantisipasi. Bagaimana menentukan alokasi per perusahaan? Kalau di berikan mengacu alokasi tahun sebelumnya, akan timbul gejolak. Protes akan bermuncukan. Membagu rata alokasi impor juga tidak adil karena idealnya mengacu kriteria dan catatan perusahaan. Otomatis kuota perusahaan baru dan lama berbeda. Kebingungan inilah yang salah satunya diduga memicu keterlambatan pemberian rekomendasi impor bawangmerah dan bawang putih. Kalau masalah tanda tangan 3.300 dokumen rekomendasi impor, itu cukup dilembur dua hari. 

Ditengah kebingungan itu, harga bawang naik. Pasokan tak mampu memenuhi kebutuhan, juga ada faktor psikologi dan spekulasi. Disparitas harga tinggi picu penyelendupan. Diam-diam, masuklah 332 peti kemas 10.900 ton bawang putih milij 11 importir tanpa dokumen baik rekomendasi impor maupun izin impor, ke Tanjung Perak Surabaya. Para pengusaha berpikir selangkah di depan. KEtika harga melambung tinggi, target inflasi terancam, gejolak pasar dan politik terjadi, pemerintah akan tersudut dan mencari dalih sebagai "force majeure". Saat itulah pemerintah akan mengizinkan barang masuk ke pasar demi meredam harga. Sekarang pemerintah terjepit. Terjerat jaring perangkap yang dipintalnya sendiri. Masyarakat menjadi korban. Melepas barang penyelundupan ke pasar, bukan pilihan bijak manajemen bernegara. Menunggu barang baru masuk, sama halnya membiarkan gejolak tejadi dan inflasi melambung.

Sumber : Kompas. 16, 20, 22 Maret 2013